Gagal Lagi, PSSI-kan PBSI!

GANDA putra Indonesia, Markis Kido/Hendra Setiawan, harus mengubur impiannya membuat sejarah baru di arena All England. Juara dunia 2007 ini menyerah dari pasangan Malaysia, Koo Kien Keat/Tan Boon Heong, di perempat final yang berlangsung Sabtu (12/3/2011) dini hari di National Indoor Arena Birmingham, Inggris.
Ibarat film, kisah Markis/Hendra di All England sudah “The End” alias selesai. Pasalnya, tahun ini menjadi kesempatan terakhir bagi mereka untuk mengejar gelar juara pertamanya di All England. Tahun depan, faktor kondisi fisik seiring bertambahnya usia (28 tahun) akan membuat kesempatan mereka semakin kecil. Selain itu, banyaknya bermunculan kekuatan muda, terutama dari Cina.
Di set pertama, Markis/Hendra hanya mampu memberikan perlawanan hingga kedudukan 9-9. Setelah itu permainan didominasi Koo Kien Keat/Tan Boon Heong, hingga menang 21-19. Markis/Hendra bermain habis-habisan di set kedua. Meski harus bersusah payah, mereka akhirnya menang dengan 25-23. Namun, kemenangan itu ternyata juga mengandung resiko yang amat berat.
Stamina mereka terkuras, sehingga tak mampu lagi mengembangkan permainan di set ketiga. Setelah kedudukan sama 2-2, Markis/Hendra tak lagi mampu berbuat banyak dan terus tertinggal hingga dalam tempo relatif singkar Koo Kien Keat/Tan Boon Heong mengakhiri pertandingan dengan kemenangan 21-11.
Nasib tim Indonesia pun kembali terpuruk dengan kekalahan Mohammad Ahsan/Bona Septano dari pasangan Cina, Chai Biao/Guo Zhendong. Mereka bertekuk lutut hanya dalam tempo 24 menit dengan skor 18-21 17-21. Kekalahan ini menjadi yang kedua dari Chai Biao/Guo Zhendong di tahun ini, setelah sebelumnya mereka alami di Malaysia Open Super Series, 22 Januari lalu.
Kegagalan ini sekaligus menamba panjang “puasa” gelar yang dialami tim bulutangkis Indonesia di arena All England. Sejak Sigit Budirto/Candra Wijaya menjadi juara pada 2003, Indonesia tak pernah lagi mampu membawa pulang gelar. Prestasi Indonesia mengalami kemerosotan tajam sejak berakhirnya era pemain 90-an seperti Alan Budikusuma, Ardy B Wiranata, Heryanto Arbi, dan Susi Susanti. Dan, semakin tenggelam dalam satu dekade terakhir.
Entah apa sebenarnya yang dilakukan Bidang Pembinaan PB PBSI selama ini, hingga begitu sulit mengembalikan reputasi bulutangkis Indonesia di kancah internasional.
Apakah kualitas materi pemain memang sulit dipacu atau
para pembina sebenarnya tidak mampu mengangkat potensi pemain yang sudah terjaring di Pelatnas? Atau ada yang tidak beres dalam sistem pembinaan bulutangkis nasional?
Jika pertanyaan tersebut tidak segera dijawab dengan pembenahan secara menyeluruh, bukan mustahil cepat atau lambat, “people power” yang terjadi di PSSI menjalar ke PB PBSI.

0 komentar:

Posting Komentar